Mei 18, 2011

Si Ejja

Ejja bilang, hujan yang suka menjinjitkan kakinya kemudian turun tiap malam-malam bukan hujan yang baik. Hujan yang baik tak datang malam, tak sisakan lumpur pada jejalan, tak berlebih-lebih hingga rumah manusia tak tergenang. Aku bilang, hujan malam-malam indah, banyak lagu yang bisa kita nyanyikan disana, bukankah hujan malam-malam juga bersuara cukup lantang?---jadi tak ada yang mendengar nyanyian sumbang dari bibir kita.

Ejja tetap tidak setuju, dahinya berkerut. Besok, katanya, hujan malam-malam tak boleh turun lagi.
Aku membanting pintu, keluar dengan hujan dalam genggaman. Benih hujan akan tumbuh besok, harus tumbuh, biar besok malam, hujan malam-malam bisa singgah walau sebentar.

Hari ini, aku tak temukan Ejja tergeletak seperti biasa di tempat tidurnya. Daun jendela mengetukkan dirinya, lalu tampak Ejja di halaman, mencekik benih hujan. Lama terpaku, benih hujan sudah menggelepar, nadinya putus, otaknya membura-burai keluar. Ejja menanamnya lagi kemudian menggundukan tanah diatas benih hujan yang mati itu.

Ejja  tak tahu, karena hujan malam-malamlah daun jendela jadi berembun, sehingga dapat kugoreskan nama si Ejja itu, setiap hari, setiap ia bangun pagi.

Argggggggggh,
Ejja yang bodoh..

┐(-.- ┐) (┌ -.-)┌

Tidak ada komentar: