April 29, 2010

:: kontradiksi antara otak dan hati ::

Hatiku mengatakan bahwa rekonstruksi dari cinta adalah Tuhan
Ia juga mengatakan bahwa siklus kehidupan pasti kembali pada awal jadinya
Hatiku berteriak, karena baginya hal itu adalah eksplisit nada hidup dengan bibir terkatup,

Tapi otakku tak akan pernah percaya,
Karena baginya, kata-kata hanya lagu yang mengalun pada tantalum tanpa suara
Yang berjalan dengan timpang dan pincang---meski nyanyian yang dialunkannya memang benar adanya

Otakku takkan peduli dengan apapun yang tak bernalar
Ia hanya akan peduli pada prospektif mengenai kehidupan
Sedang yang lainya akan selalu Ia lupakan

=S

"tentang lelaki penggengam hujan dalam buku yang kau ceritakan ..."

Aku telah cukup lama mengenalnya, belasan tahun, dimulai saat Aku masih kecil hingga hampir menemui masa dewasaku.

Ayah mengenalkannya saat usiaku menginjak 5 tahun, tentang keshalihan, kemuliaan, juga ketampanannya. Tanpa kusadari, Aku mulai mengagumi sosoknya.

Menginjak usiaku yang ke 6 , ke 7 dan ke 8, guru-guruku mulai mengisahkan cerita perjuangan dan kegigihannya yang belum banyak Aku ketahui, Ayah pun tak keberatan menjawab pertanyaan-pertanyaan ala anak kecil dariku tentangnya.

Di usiaku yang ke 9, Aku mulai banyak membaca kisah-kisah hikmah tentangnya. Aku juga mulai menceritakan kisahnya pada teman-temanku yang seusia, mereka nampak tertarik, sama sepertiku,ketika mendengar cerita-cerita Ayah tentangnya.
Tak ayal, Aku makin mengaguminya.

Di usiaku yang ke 10, Ayah jarang bercerita padaku tentangnya lagi, bahkan kami sudah jarang sekali bercakap. Selain itu, teman-temanku mulai bosan. Sebagian dari mereka lebih banyak bercerita tentang yang lain dan menolak ketika Aku ingin menceritakannya. Otakku berputar, beberapa pernyataan teman-temanku mulai mempengaruhiku. Dan akhirnya, Aku mulai mengagumi sosok selain dirinya.

Di usiaku yang ke 11, Ayah meninggalkan aku selamanya. Sejak itu tak Aku tak mendengar dengung namanya selain dari gema Adzan, pengajian dan bacaan-bacaan shalatku. Aku makin melupakannya sebagai panutanku dan mulai mengganti tempat kedudukannya dengan nama-nama lain.

Di Usiaku yang ke 12, 13, dan 14, Aku mulai meresapi lagi makna hadirnya, memoriku tentangnya yang sedikit pupus mulai terukir indah karena lingkungan tinggalku yang telah jauh berubah. Kakek shaleh yang baik hati dan kelompok shalehnyalah yang mengantar Aku mengenalnya lagi. Teman-teman senasib seperjuangan mulai Aku temui, mereka pun mengajariku banyak tentang meniru akhlaknya.

Kini Usiaku menjelang 16, Allah mengirimi Aku seorang baik hati untuk mengingat sosoknya lebih dalam.
perlahan tapi pasti, aku berjanji takkan melupakannya lagi .
:)

April 22, 2010

tentang ayah ..

Ayahku mungkin..
Tidaklah semulia Muhammad bin Abdullah
Tidaklah sepintar Ali bin Abu Thalib
Tidaklah segagah Umar bin Khatab
Tidaklah sekritis Abu bakar
Dan tidakpun sekaya Abdurahman bin Auf
*
Tapi bagiku..
Ayah adalah laki-laki terhebat yang pernah aku temui
Kecintaannya kepada istri dan anak-anaknya adalah sepenuh hati
Penghambaanya kepada Allah adalah tujuan hidup yang ia cari
Ayahku adalah laki-laki terhebat yang aku temui
Karena bagaimana pun..
Ia adalah orang yang dititipi Allah akan aku
Aku adalah anugerah yang ditakdirkan Allah
Untuk meneruskan aliran darahnya
Untuk meneruskan derap langkah dan perjuangannya

Ayah boleh buta
Tapi hatinya tidak
Ayah boleh sakit
Tapi jiwanya tidak
Ayah boleh terbaring lemah tak berdaya
Tapi langkah fikirnya selalu mendunia

Mungkin Allah tak menjanjikannya surga
Tapi semoga Allah mengizinkan
AkuUntuk menjadi salah satu Alasan dari ribuan alasan agar ia dapat
Menghirup harum surga
Tinggal dan menetap didalamnya
Selamanya..



Rabbighfirlii waliwalidayya warahamHumaa kamaa rabbayaanii saghiraa ..

*italic words : pernah baca di salah satu puisi sufi .